JAKARTA, LANDAKNEWS.ID  – Drama gerilya Moeldoko memperebutkan tampuk kepemimpinan Partai Demokrat dengan sang Ketua Umum, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), berakhir di Mahkamah Agung (MA).

MA memutuskan menolak upaya peninjauan kembali (PK) yang diajukan Moeldoko terhadap AHY dan Partai Demokrat.

Keputusan itu diambil oleh Hakim Agung Lulik Tri Cahyaningrum dan Cerah Bangun.

Sedikit kilas balik, sengketa antara Moeldoko dan kubu AHY sudah berlangsung selama 2 tahun.

KLB pilih Moeldoko jadi Ketum Demokrat

Pada Maret 2021, sejumlah politikus Partai Demokrat menggelar Kongres Luar Biasa di The Hill Hotel and Resort, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Berdasarkan voting, Moeldoko yang menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021 sampai 2025 pada 5 Maret 2021.

Dalam proses pemungutan suara, Moeldoko mengalahkan Marzuki Alie yang dicalonkan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Demokrat Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sedangkan Moeldoko didukung DPD Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Papua Barat, hingga Aceh.

Keputusan kemenangan Moeldoko disampaikan oleh pimpinan sidang Jhoni Allen Marbun.

Kubu AHY langsung bereaksi atas KLB itu. Mereka menyatakan kegiatan itu tidak sah, ilegal, dan inkonstitusional.

Kubu Moeldoko daftarkan hasil KLB ke Kemenkumham

Kubu Moeldoko langsung menyerahkan hasil KLB kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pada 15 Maret 2021.

Meski begitu, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly menolak pendaftaran hasil KLB Partai Demokrat kubu Moeldoko.

Sebabnya adalah hasil KLB kubu Moeldoko belum memenuhi syarat karena terdapat kekurangan sejumlah dokumen.

Gugat AD/ART Demokrat kubu AHY

Kubu Moeldoko belum menyerah. Mereka kemudian mengajukan gugatan terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat tahun 202 yang menjadi pedoman kubu AHY ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam AD/ART itu disebutkan pelaksanaan KLN harus mendapat izin dari Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang dijabat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang merupakan ayah AHY.

Gugatan itu didaftarkan pada 13 April 2021. Kemudian pada 4 Mei 2021, majelis hakim PN Jakarta Pusat menggugurkan gugatan terhadap AD/ART Partai Demokrat yang dilayangkan kubu Moeldoko.

Penyebabnya adalah kubu Moeldoko 3 kali tidak memenuhi panggilan sidang.

Sebanyak 3 orang mantan kader Partai Demokrat peserta KLB kubu Moeldoko juga menggugat Menkumham supaya membatalkan SK AD/ART dan kepengurusan Partai Demokrat tahun 2020.

Judicial Review AD/ART Kubu AHY

Upaya hukum tidak berhenti. Gugatan kemudian dilayangkan oleh mantan Ketua DPD Ngawi Muhammad Isnaini Widodo kepada Menkumham ke MA.

Dia mengajukan judicial review (uji materi) soal kepengurusan DPP Partai Demokrat pada 14 September 2021, dan memberikan kuasa kepada Yusril Ihza Mahendra buat menangani perkara itu.

MA kemudian tidak menerima permohonan uji materi yang diajukan Isnaini.

PTUN tolak gugatan kubu Moeldoko terhadap Menkumham

Pada 23 November 2021, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan kubu Moeldoko terhadap Menkumham yang menolak pendaftaran kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB di Deli Serdang.

Kubu Moeldoko banding

Kubu Moeldoko kemudian mengajukan banding atas putusan PTUN Jakarta. Persoalan yang digugat pun masih sama yakni soal penolakan Menkumham terkait pendaftaran hasil KLB Partai Demokrat di Deli Serdang.

Akan tetapi, Pengadilan Tinggi TUN Jakarta menolak banding yang diajukan kubu Moeldoko pada 27 April 2022.

Kubu Moeldoko kasasi ke MA

Kubu Moeldoko masih melakukan upaya hukum kasasi ke MA setelah gugatan mereka ditolak oleh PTTUN Jakarta.

Akan tetapi, MA pun menolak kasasi yang diajukan pada 3 Oktober 2022.

Kubu Moeldoko ajukan PK dan kalah

Kubu Moeldoko tidak menyerah setelah MA menolak kasasi mereka atas gugatan terhadap Menkumham Yasonna Laoly, terkait kepengurusan DPP Partai Demokrat.

Mereka mendaftarkan permohonan peninjauan kembali (PK) pada 15 Mei 2023.

Setelah ditunggu, MA memutuskan menolak PK yang diajukan kubu Moeldoko terkait kepengurusan Partai Demokrat, Menkumham Yasonna Laoly, dan AHY.

“Tolak,” demikian bunyi putusan MA seperti dikutip pada Kamis (10/8/2023).