LANDAK,KALBAR- Kota Ngabang, kota penuh kenangan. Hampir enam tahun saya pernah merasakan suka dukanya.
Jumat, 30 Agustus 2024, saya kembali lagi. Dulu, di sini saya meniti karier sebagai wartawan. Ngabang bukan hanya tempat bekerja, tetapi juga saksi bisu perjalanan hidup saya—memulai hidup sebagai kepala keluarga, menyeimbangkan tanggung jawab dengan mimpi untuk kuliah S2. Di kota ini juga saya pernah menjadi anggota Panwas Pilkada.
Semua itu dimulai di sini, di Ngabang, sebuah kota kecil di pedalaman Kalimantan Barat yang selalu membawa nostalgia dan inspirasi.
Kali ini, saya datang bukan sebagai wartawan pemula. Tetapi, sebagai narasumber dalam acara sosialisasi yang digelar oleh Bawaslu Landak. Kehadiran saya diundang untuk berbagi ilmu dengan rekan-rekan dari Ikatan Wartawan Online (IWO) dan anggota Bawaslu. Saya tidak hanya membawa ilmu jurnalistik model dulu, menulis berita menggunakan komputer. Skill menulis benar-benar harus dikuasai. Kedatangan saya membawa teknologi, kemajuan yang tak pernah terbayangkan saat pertama kali menulis berita di kota ini.
Menggunakan AI untuk menulis berita. Ini sesuatu yang mungkin terdengar seperti fiksi ilmiah pada masa lalu. Kini menjadi kenyataan. Saya mengajarkan mereka cara mudah menulis berita dengan bantuan AI. “Skill menulis sudah diambil alih AI. Yang kalian butuhkan hanya ide. Apa yang ingin kalian tulis, tuangkan dulu dalam tulisan biasa, biarlah AI nanti menyempurnakannya sesuai kaidah Bahasa Indonesia.” Saya ajarkan mereka satu per satu.
Reaksi mereka membuat saya terharu. Heri Irawan, wartawan Landak Post, hanya bisa berucap, “Wow, mudah ya menulis berita,” dengan nada kagum yang tak bisa disembunyikan. Melihat mata mereka yang berbinar, saya tahu, mereka merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan saat pertama kali belajar Ai.
“Dengan bantuan Ai, skill menulis tidak lagi melulu didominasi wartawan, siapa saja bisa. Asal, tahu caranya. Kalian punya ide, Ai akan menuliskannya,” jelas saya.
Alhamdulillah, mereka bisa merasakan manfaat Ai dalam dunia jurnalistik. Namun, sentuhan terakhir tetaplah, sentuhan kita sebagai manusia. “Tulisan Ai tetap harus diedit, wak. Untuk memastikan itu memang tulisan kalian, bukan robot. Gitu, wak!”
Namun, hari itu tidak hanya tentang ilmu dan teknologi. Saya mengajak mereka untuk mengheningkan cipta, mengenang lima wartawan yang dulu bersama saya di medan ini—Devi, Surahmanto, Agus, Firmus, dan Dion. Mereka adalah rekan-rekan yang pernah berbagi tawa dan duka Namun, kini telah lebih dulu dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Mereka tidak sempat melihat perkembangan teknologi ini, namun semangat mereka tetap hidup di setiap kalimat yang saya ajarkan hari itu.
Ngabang, kota kecil di ibukota Kabupaten Landak, adalah tempat di mana saya menemukan diri saya yang sebenarnya. Tempat di mana impian besar saya tumbuh di antara pohon-pohon rimbun Kalimantan. Kembali ke Ngabang, meskipun hanya untuk sesaat, mengingatkan saya bahwa setiap langkah yang pernah saya ambil, sekecil apa pun, telah membawa saya ke titik ini. Dan kota ini, dengan segala kenangannya, akan selalu menjadi bagian dari cerita hidup saya—cerita tentang mimpi, perjuangan, kehilangan, dan inspirasi yang tidak pernah padam.
Ngabang, 30 Agustus 2024
Rosadi Jamani
