NGABANG – Dandim 1201/Mpw Letkol Inf Dwi Agung Prihanto mengatakan pada hari Selasa tanggal 3 November 2020 akan dilaksaakan peresmian makam “Pahlawan Nasional” Pangeran Natakusuma atau Gusti Abdurrani Pangeran Natakusuma.
“Ya, acaranya nanti akan dihadari Forkopinda Kabupaten Landak,” tegas Dwi Agung Prihanto, Minggu (31/10/20).
Ia menambahkan acara dimulai pukul 10.00 wib di Komp. Pemakaman Raja Ngabang, selain itu hadari juga ahli waris Pangeran Natakusuma.
Sebagaimana dilansir Kumparan Senin (05/08/19), Gusti Abdurrani Pangeran Natakusuma adalah seorang penentang feodalis dan kolonialisme di Kalimantan Barat. Dia merupakan pejuang dari Kerajaan Landak, putra dari Gusti Abdulmajid, yang pernah memerintah kerajaan Landak, antara tahun 1872-1875.
Pangeran Natakusuma berjuang untuk kebebasan bangsanya, dari belenggu penjajah. Ia ditangkap dan diadili, kemudian diasingkan ke Bengkulu, hingga wafatnya pada tahun 1920.
Pangeran Natakusuma asal Kalimantan Barat jadi Pahlawan Nasional
Pangeran Natakusuma berasal dari Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Mereka dipilih karena dinilai memenuhi standar kriteria dengan seleksi yang ketat dan panjang.
Syafaruddin menceritakan, kriteria dari pahlawan terpilih tersebut adalah tokoh yang hingga akhir hayatnya tidak pernah menyatakan tunduk, patuh, dan takhluk, kepada kolonial Belanda.
“Mereka tidak pernah menyatakan tunduk kepada Belanda, baik itu jalan tengah atau kompromi. Itu yang paling utama. Dalam pikiran mereka, hanya ada 1, sekali merdeka tetap merdeka. NKRI harga mati,” ungkap Syafaruddin, saat menggelar ekspos kejuangan dan perjuangan calon pahlawan Nasional, di sekretariat DHD 45 Kalbar.
Tak hanya itu, dirinya juga memaparkan 7 kriteria dipilihnya pahlawan Nasional, diantaranya yaitu melakukan perjuangan hingga akhir hayatnya, berjuang melalui skala Nasional yang menyentuh arti dan makna kebangsaan, hingga akhir hayatnya tidak pernah menyerah atau menyatakan bekerja sama dengan kolonial belanda dalam bentuk apapun, setia hingga mati dengan NKRI hrga mati, mereka adalah orang-orang yang bisa dibuktikan ada makam dan biodatanya, ada naskah kajian akademiknya yang dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan ada yang mengusulkan.
Menurut Syafaruddin, hambatan dalam prosesnya adalah biaya, karena dokumen yang berusia lebih dari 70 tahun, cukuplah mahal, karena sulit ditemui. “Kita terbentur dibiaya, untuk mencari dokumen yang usianya lebih dari 70 tahun itu. Harganya jutaan. Belum lagi naskahnya yang harus kita gandakan. Memang memakan anggaran yang cukup besar,” ungkap Syafaruddin, kepada wartawan.
Penulis: HI
Editor: One