JAKARTA – Seorang pilot helikopter berkebangsaan Selandia Baru, Glen Malcolm Conning, telah menjadi korban pembunuhan di di Distrik Alama, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, pada 5 Agustus 2024 lalu. Tindakan ini diduga dilakukan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Pada Senin 2 September 2024, Komnas HAM Kantor Perwakilan Papua memberikan keterangan resmi, hasil penyelidikan mereka terkait insiden tersebut.
Dalam pernyataannya, Kepala Komnas HAM Papua, Frits B. Ramandey menegaskan bahwa memang telah terjadi pembunuhan terhadap Glen Malcolm Conning, oleh Orang Tak Dikenal (OTK) berjumlah 5 orang. Pembunuhan diduga kuat dilakukan dengan cara ditembak dan dibacok menggunakan senjata api dan senjata tajam berupa parang.
“Pembunuhan itu terjadi pada Senin, 5 Agustus 2024 sekitar pukul 10.30 WIT di lapangan terbang Alama, Distrik Alama, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah. Jenazah korban dan para saksi korban dievakuasi ke Timika pada Selasa, 6 Agustus 2024,” beber Frits dalam pernyataan tertulis yang diterima VOA.
Komnas HAM Papua menduga, para pelaku melakukan perencanaan sebelumnya. Hal ini didasarkan pada keterangan bahwa sebelum insiden tersebut, para tenaga kesehatan di Puskesmas Alama, pernah melayani sejumlah orang yang membawa senjata api, pada Rabu, 17 Juli 2024.
Komnas HAM Papua mencatat, Glen Malcolm mengalami sejumlah luka di kepala, leher, punggung, lengan kiri dan paha kiri korban. Luka leher dan paha kiri diduga akibat tembakan senjata api. Sedangkan luka kepala, punggung dan lengan kiri diduga akibat tebasan parang.
“Pola kekerasan seperti ini merupakan bentuk perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia dan merupakan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai dan prinsip kemanusiaan,” tegas Frits.
Polres Mimika sendiri telah menetapkan Perinta Kola Lokbere alias Malas Gwijangge sebagai tersangka pembunuhan Glen Malcolm, meskipun TPNPB-OPM membantah keterlibatannya.
Komnas HAM Papua juga menyebut, para saksi korban yang terdiri dari tenaga kesehatan dan guru-guru tidak mengalami kekerasan fisik dan intimidasi. Namun kasus pembunuhan tersebut memiliki dampak psikis cukup serius bagi saksi korban dan keluarganya, serta berpotensi mengganggu kiprah mereka di kawasan terpencil itu. Pasca tewasnya Glen Malcolm, akses layanan kesehatan dan pendidikan di Distrik Alama terhenti, karena kondisi keamanan yang tidak kondusif.
Komnas HAM Papua juga memastikan, telah terjadi pelanggaran HAM dalam kasus ini, yaitu pelanggaran hak hidup, hak atas rasa aman, perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, hak pembela HAM, hak atas keadilan dalam proses hukum dan hak untuk memperoleh pelayanan publik yang memadai.
Dalam laporan hasil penyelidikan ini, Komnas HAM Papua juga merekomendasikan sejumlah langkah. Komnas HAM Papua menilai tindakan kekerasan tersebut melukai martabat manusia dan merupakan bagian dari pelanggaran HAM, dan pelaku harus ditangkap dan diproses sesuai mekanisme hukum yang berlaku. Komnas HAM Papua juga mendesak Kapolda Papua melakukan upaya penegakan hukum secara cepat, transparan, adil dan profesional dengan menangkap pelaku dan mengungkap kasus ini secara menyeluruh guna memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban.
“Mendorong Kapolri untuk memberikan perhatian serius terhadap upaya penegakan hukum yang dilakukan Polda Papua mengingat korban merupakan warga negara asing. Penegakan hukum yang adil dan transparan dapat memberikan dampak positif terutama untuk menjaga hubungan baik antar negara,” tambah Frits.
Komnas HAM Papua juga meminta Panglima TNI mengevaluasi pemberian izin terbang kepada PT. Intan Angkasa Air Service dengan mempertimbangkan kondisi keamanan di wilayah Papua terutama wilayah-wilayah dengan tingkat gangguan keamanan yang tinggi. Sementara Bupati Mimika diminta memberikan perhatian serius kepada para saksi korban, yaitu tenaga kesehatan dan guru-guru termasuk warga sipil lainnya dengan melakukan pemulihan kondisi psikis melalui kegiatan trauma healing.
Gubernur Papua Tengah dan Kapolda Papua diminta memberikan jaminan keamanan dan perlindungan bagi warga sipil di Kabupaten Mimika dan kabupaten lainnya. Gubernur juga harus melakukan pengawasan secara berkala terhadap kinerja pemerintah kabupaten Mimika, dan kabupaten lainnya untuk memastikan kehadiran negara.
“Komnas Ham Papua juga mendesak kelompok sipil bersenjata untuk tidak melakukan tindakan intimidasi atau kekerasan terhadap warga sipil termasuk para pekerja atau pembela HAM yang berkontribusi dalam upaya pemenuhan HAM di Tanah Papua,” papar Frits menutup laporannya. [ns/ka]
Sumber: VOAI