JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan kuota Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel berbasis minyak sawit 40% (B40) sebanyak 15,6 juta Kilo Liter (KL) pada tahun 2025 ini.

Sebagaimana diketahui, pemerintah akan menerapkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dicampur minyak sawit 40% menjadi biodiesel 40 (B40).

“Jadi yang disampaikan tadi (kuota B40 tahun 2025) sekitar 15,6 juta (kl). Itu kan bertahap sampai dengan akhir tahun, kan,” ujar Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (3/1/2025).

Sekarang, pemerintah sudah melakukan verifikasi kepada seluruh badan usaha yang memproduksi BBN tersebut agar memenuhi spesifikasi untuk bisa dicampurkan dengan solar.

“Kita sudah lakukan. Kita lihat secara teknik, apakah ini bisa mereka memenuhi standar yang ditetapkan. Ternyata dari kondisi lapangan itu memungkinkan mereka memenuhi spek teknis yang ditetapkan,” jelasnya.

Nah, sebelum implementasi B40 berjalan sesuai dengan kuota yang ditetapkan, Yuliot bilang, perlu adanya masa transisi hingga 1,5 bulan. Hal itu berkenaan dengan pergantian kebijakan pencampuran biodiesel terhadap solar yang sebelumnya sebesar 35% (B35).

“Untuk masa transisi kan menghabiskan stok dan juga menyesuaikan dengan teknologi. Jadi kan ada yang ini dalam proses pencampuran, yang tadinya B35 jadi B40, ada penyesuaian teknologi. Kita memberikan waktu sekitar 1,5 bulan,” tambah nya.

Yang jelas, Yuliot menekankan bahwa implementasi pencampuran B40 tetap dimulai sejak 1 Januari 2025.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi membeberkan bahwa pemerintah berencana untuk mulai menerapkan pencampuran biodiesel 40% atau B40.

Eniya menyebut, dengan peningkatan pencampuran persentase biodiesel menjadi B40, maka kuota biodiesel di 2025 ditargetkan naik menjadi 15,62 juta kl. Hal itu bila dibandingkan dengan kuota B35 pada tahun 2024 lalu sebesar 13,4 juta kl.

“Target volume total itu 15,616 juta KL, atau kita bulatkan 15,62 juta KL. Itu pun masih menggunakan kapasitas pabrik eksisting yang saat ini sudah mencapai 81%,” jelasnya di sela acara Apresiasi Kinerja Stakeholder EBTKE, di Ballroom Hotel Mulia, Jakarta, dikutip Rabu (18/12/2024).

Seperti diketahui, pemerintah menerapkan secara luas mandatori campuran biodiesel 35% atau B35 sejak Agustus 2023 lalu. Pada 2023, realisasi penyerapan B35 tercatat mencapai 12,2 juta kl.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan program pencampuran BBN khususnya biodiesel sebesar 40% (B40) pada BBM jenis solar di Indonesia akan berjalan mulai 1 Januari 2025 mendatang.

Bahlil menyebutkan hal tersebut dinilai sebagai upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah impor BBM jenis solar di dalam negeri.

“Salah satu blending kita adalah terkait dengan biodiesel. Kita hari ini di B40 di 1 Januari (2024), kita akan mulai dorong untuk mandatory,” katanya dalam acara Indonesia Mining Summit 2024, di Hotel Mulia Jakarta, Rabu (4/12/2024).

Dia bahkan mengatakan, lebih lanjut lagi, pemerintah juga akan mendorong pencampuran biodiesel hingga 50% (B50) pada solar di Indonesia pada tahun 2026 mendatang. Hal itu dinilai nantinya bisa membuat Indonesia berhenti mengimpor solar.

“Di 2026 kita akan dorong B50. Kalau B50, maka kita tidak akan lagi impor solar,” imbuhnya.

Lebih masif lagi, Bahlil mengatakan pemanfaatan biodiesel di Indonesia kedepannya akan didorong hingga 100% (B100). Ditambah, tidak hanya berfokus pada pemanfaatan BBN untuk solar, namun, nantinya pemerintah juga akan mendorong pemanfaatan BBN dalam bentuk bioetanol untuk dicampurkan pula ke BBM jenis bensin.

“Arahan Pak Presiden, Pak Prabowo, begitu lifting kita belum mencapai untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, mau tidak mau kita harus dorong kepada B100, baik solar maupun bensin,” tegasnya.

Sumber: cnbcindonesia.com