JAKARTA – Bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat telah memberikan dampak cukup kuat terhadap sektor keuangan global. Bursa di berbagai negara terpantau merah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bangkrutnya SVB yang sebenarnya merupakan bank kecil dengan aset senilai USD 200 miliar, telah menimbulkan goncangan signifikan dari sisi deposan di Amerika Serikat.
“Nilai aset USD 200 miliar untuk di AS itu kecil. Tapi menimbulkan goncangan signifikan. AS yang tadinya tidak bailout, akhirnya bailout,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (14/3).
Sri Mulyani mengatakan, kolapsnya SVB yang merupakan bank bagi startup, ditengarai disebabkan oleh penurunan kinerja startup yang cukup dalam pada periode tahun lalu.
“Startup mengalami penurunan kinerja pada 2022 yang mengancam penyaluran dana deposito,” ujarnya.
SVB mengalami tekanan harga harga aset dan berlanjut pada permasalahan likuiditas. Index volatilitas pasar saham (VIX) dan index pasar obligasi (MOVE) kembali meningkat seiring meningkatnya sentimen negatif dampak kejatuhan SVB.
Ilustrasi Silicon Valley Bank (SVB). Foto: Sundry Photography/Shutterstock© Disediakan oleh Kumparan Ilustrasi Silicon Valley Bank (SVB). Foto: Sundry Photography/Shutterstock
Menurut Sri Mulyani, SVB memang mengalami kenaikan deposito hingga 3 kali lipat. Napi pada saat bersamaan penyaluran kredit tertahan karena kinerja startup menurun.
“Deposito tinggi menjadikan surat berharga negara. The Fed naik. Ini menyebabkan SVB penurunan. Timbul bank runs,” katanya.
Sri Mulyani mengatakan kondisi tersebut menjadi pelajaran bagi Indonesia, di mana bank kecil dalam posisi tertentu dapat menyebabkan dampak yang sistemik.
“RI masih dalam situasi cukup baik. Capital flow ke emerging market, sudah mulai masuk arus modal ke Indonesia,” katanya.
Sumber: Kumparan