JAKARTA – Menteri Sri Mulyani dalam konferensi pers “APBN Kita” di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (13/8) melaporkan kinerja APBN pada Juli 2024 defisit Rp93,4 triliun.(VOA/Ghita Intan)
Menteri Sri Mulyani dalam konferensi pers “APBN Kita” di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (13/8) melaporkan kinerja APBN pada Juli 2024 defisit Rp93,4 triliun.(VOA/Ghita Intan)
Sri Mulyani mengatakan, perekonomian China pada kuartal II 2024 juga melemah di level 4,7 persen, antara lain karena krisis di sektor propertinya. Hal tersebut juga dibarengi dengan kondisi global yang tidak mendukung produk ekspor mereka, karena banyak negara sudah mulai memasang tarif tinggi untuk barang-barang impor dari China. Akibatnya adalah produksi berlebihan yang tidak terserap oleh pasar, ujarnya.
Ketidakpastian global ini, lanjut Menkeu, diperparah oleh perang Ukraina-Rusia, juga kondisi di Timur Tengah yang masih bergejolak.
“Ini semuanya menggambarkan bahwa 2024, baik konstelasi politik, militer, keamanan maupun dari sisi ekonomi semuanya dalam arah dan dinamika yang tensi meningkat tinggi, dan pasti ini mempengaruhi kinerja ekonomi global. Makanya ekonomi global 2024 ini diperkirakan masih akan melemah, dan perdagangan maupun investasi global karena sekarang fragmented dunia, dan menjadi banyak sekali barrier entry melalui berbagai perang dagang pasti akan mempengaruhi dari sisi perdagangan dan investment yang kemudian pengaruh kepada global growth,” jelasnya.
“APBN kita gunakan juga, tetapi APBN bukannya immune ya, bukannya dia tidak terpengaruh oleh situasi, pasti terpengaruh. Namun kita akan coba terus sebagai instrumen yang kredibel, sustainable, dan efektif untuk menjadi shock absorber, bemper, menjadi country siclical,” tambahnya.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan turunnya penerimaan negara sehingga berimbas defisit ini disebabkan karena pendapatan yang terkontraksi di berbagai sektor. Josua menjelaskan, ada beberapa sektor yang masih berkontribusi dengan baik terhadap penerimaan negara seperti pajak penghasilan (PPh) yang masih tumbuh dengan baik. Namun, sektor-sektor lain seperti pertambangan dan pengolahan terkoreksi, lanjutnya.
Selain itu, ia menilai belanja pemerintah tahun lalu tidak semasif tahun ini. Apalagi, lanjutnya, tahun 2024 ada penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden yang menyebabkan belanja pemerintah naik secara signifikan.
“Jadi defisit tahun ini memang akan cenderung meningkat dibandingkan dengan defisit tahun lalu yang hanya kurang dari dua persen,” ungkap Josua.
Meski defisitnya kian melebar seperti yang sudah dipaparkan oleh Menkeu sebelumnya, kata Josua, pemerintah tidak akan melakukan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) atau obligasi negara untuk “menambal” defisit anggaran negara tersebut, melainkan menggunakan saldo anggaran lebih (SAL). Hal tersebut, katanya, akan berdampak baik pada peringkat utang Indonesia dan penguatan mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang saat ini sudah berada di bawah Rp16.000 per USD.
Ia pun memperkirakan defisit APBN 2024 akan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan target yang sudah dipatok oleh pemerintah di level 2,29 persen.
“Ini menggambarkan bahwa investor akan melihat defisit kita yang semestinya atau for sure akan melebar dibandingkan 2023 karena belanjanya meningkat tajam di tahun ini. Artinya, meskipun kita lihat nanti Pilkada sebagian ada yang dibiayai oleh hibah juga, jadi artinya tidak mengganggu belanja pemerintah pusat. Oleh sebab itu mungkin forecast dari kita untuk akhir tahun ini, defisit mestinya masih akan berkisar di kisaran 2,5-2,6 persen,” pungkasnya. (gi/uh)
Sumber: VOAI