JAKARTA – Presiden RI Prabowo Subianto diminta segera memerintahkan aparat penegak hukum menangkap dan mengadili tersangka korupsi Payment Gateway Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Permintaan itu disampaikan Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK) Hadi Yusuf karena melihat sudah adanya tersangka, yakni mantan Wamenkumham Denny Indrayana sejak tahun 2015 dan kasusnya akan genap sepuluh tahun di Februari 2025.
“Sudah ada tersangkanya, akhirannya seperti apa harus jelas. Apakah di SP3, dijadikan penuntutan, ada juga di kejaksaan istilahnya tidak menuntut karena untuk ketertiban umum yang penting ada statusnya, semua jelas,” ujar Hudi tertulis, Minggu (27/10).
Hudi meminta Presiden Prabowo menegur anak buahnya atas status tersangka yang hampir berusia sepuluh tahun itu, tetapi orangnya tak kunjung ditangkap.
“Ini PR untuk Presiden Prabowo, menegur pembantu-pembantunya itu, jangan ada lagi kasus-kasus yang menggantung. Ini perlu perhatian dari presiden prabowo sekarang,” kata dia.
Menurutnya, Presiden Prabowo harus memperhatikan kasus-kasus korupsi yang mangkrak, seperti Payment Gateway Kemenkumham. Usut secara tuntas karena merugikan bangsa.
“Kalau ada awalnya harus ada akhirnya. Saya berharap Prabowo memerhatikan kasus-kasus korupsi seperti ini, kan ini kasus pidana khusus yang merugikan seluruh bangsa, semua yang terlibat korupsi harus tuntas,” tuturnya.
Kasus payment gateway Kemenkumham kembali mencuat usai eks Wamenkumham Denny Indrayana di situs miliknya, menyinggung status tersangka yang disandangnya akan genap berusia sepuluh tahun pada Februari 2025 mendatang.
Pada Maret 2023, Andi Syamsul Bahri sang pelapor dugaan korupsi itu sempat mengeluhkan perkembangan kasus yang jalan di tempat, tetapi hingga sekarang belum ada tanda-tanda kelanjutan dari perkara ini.
Pada 2015, Denny Indrayana ditetapkan tersangka oleh Polri dalam kasus dugaan korupsi payment gateway. Kasus itu ditangani di era Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Denny dianggap berperan menginstruksikan rujukan dua vendor proyek payment gateway.
Denny juga diduga memfasilitasi kedua vendor itu untuk mengoperasikan sistem tersebut, dua vendor yang dimaksud yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia
“Satu rekening dibuka atas nama dua vendor itu. Uang disetorkan ke sana, baru disetorkan ke Bendahara Negara. Ini yang menyalahi aturan, seharusnya langsung ke Bendahara Negara,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan pada Rabu 25 Maret 2015 .
Penyidik memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp32.093.692.000 (Rp32,09 miliar) Polisi juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem itu.
Anton mengatakan, Denny diduga kuat menyalahgunakan wewenangnya sebagai Wakil Menkumham dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik
Manuver Denny dalam kasus ini, kata Anton, kurang disetujui oleh orang-orang di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Namun, Denny tetap bersikukuh agar program tersebut harus berjalan.
Kejaksaan Agung sudah buka suara soal kasus dugaan korupsi payment gateway. Kasus yang mangkrak sejak tahun 2015 itu rupanya masih mentok di tim penyidik pada Bareskrim Polri.
“Saya belum dapat info menghentikan (kasus payment gateway),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana pada Selasa 13 Juni 2023.
Pernyataan itu dibantah pelapor. Andi Syamsul Bahri mengatakan berdasarkan informasi yang diterima berkas itu sudah lengkap atau P-21. Dia heran perkara ini tidak masuk tahap persidangan.
“Perkara tersebut telah selesai diperiksa Bareskrim dan telah dianggap P-21 memenuhi syarat penuntutan oleh Kejaksaan Agung,” kata pelapor Andi Syamsul Bahri dalam surat permohonannya ke Kejaksaan Agung, Kamis (8/6). (mcr12/jpnn)
Sumber: JPPN